BAB
I
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Pada bagian ini
sebenarnya akan dikemukakan definisi atau pengertian dari pengentasan
kemiskinan. Secara sederhana, pengentasan kemiskinan dapat diartikan sebagai
uapaya untuk mengurangi, menanggulangi atau mengikis kemiskinan. Karena
pengentasan membutuhkan upaya atau usaha maka pengentasan kemiskinan
membutuhkan strategi. Sehingga bagian ini akan memaparkan beberapa pengertian
strategi pengentasan kemiskinan dari beberapa sumber.
Strategi pengentasan
kemiskinan menurut United Nations Economic and Social Comission for
Asia Pacific (UNESCAP) bahwa strategi
penanggulangan kemiskinan terdiri dari penanggulangan kemiskinan uang;
kemiskinan akses ekonomi, sosial dan budaya; dan penanggulangan kemiskinan
terhadap akses kekuasaan dan informasi Sedangkan upaya menaggulangi kemiskinan
menurut UU No.25/200 tentang Program Pembangunan Nasional ditempuh melalui dua
strategi utama. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang
mengalami kemiskinan sementara. Kedua, membantu masyarakat yang mengalami
kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya kemiskinan baru.
II.
TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini
untuk :
·
Penulisan makalah ini di tujukan untuk memenuhi nilai
tugas dalam mata kuliah Ekonomi Koperasi
·
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Peranan Koperasa Dalam
Pengentasan Kemiskinan
III.
METODE PEMBAHASAN
Dalam pembuatan makalah ini penulis
melakukan pengumpulan data melalui Library research yaitu menganalisa
sumber-sumber informasi tentang solaris melalui media cetak dan elektronik.
IV.
SISTEMATIKA
PENULISAN
Makalah ini disusun
berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I PENDAHULUAN, penulis menguraikan latar belakang; tujuan; metode pembahasan; sistematika penulisan.
Bab II PEMBAHASAN, pada bab ini penulis menjelaskan Koperasi Dalam Pengentasan Kemiskinan; Revitalisasi
Koperasi Untuk Pengentasan Kemiskinan;Upaya
Pengentasan Kemiskinan Struktural melalui Koperasi
Bab III PENUTUP, pada bab in penulis memberikan kesimpulan.
Bab IV DAFTAR PUSTAKA
BAB
II
I.
Peranan Koperasi dalam Pengentasan
Kemiskinan
Ø Revitalisasi
Koperasi Untuk Pengentasan Kemiskinan
Di
Indonesia, masalah kemiskinan bukanlah masalah yang baru. Sejak bangsa
Indonesia merdeka, menjadi cita-cita bangsa adalah mensejahterakan seluruh
rakyat Karena kenyataan yang dihadapi adalah kemiskinan yang masih diderita
oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Hampir setiap pemimpin di Indonesia,
selalu menghadapi kenyataan ini, meskipun bentuk kemiskinan yang terjadi tidak
sama di setiap era suatu pemerintahan.Pada tanggal 12 Juli 2008 kita kembali
memperingati hari koperasi yang ke 61. Peringatan hari koperasi pada saat ini
kita rayakan ditengah keprihatinan akan masalah kemiskinan yang masih melanda
sebagian besar masyarakat. Kemiskinan ditengah ulang tahun koperasi merupakan
kado ulang tahun yang sangat memprihatinkan.
Di
Indonesia koperasi diberi peran utama sebagai bagian dari pembangunan dalam
rangka mengentaskan kemiskinan. Peran tersebut membuat beban Koperasi Indonesia
jauh lebih berat dengan koperasi-koperasi di negara lain, karena Koperasi
Indonesia mengemban misi kesejahteraan suatu negara, bukan hanya menjadi bentuk
suatu badan usaha semata. Kedua, koperasi mempunyai peran agar jiwa dan
semangatnya juga berkembang di perusahaan swasta dan negara.Perbedaan peran
koperasi Indonesia dan di negara lain terjadi karena koperasi di Indonesia
dilatarbelakangi oleh kondisi kemiskinan struktural yang saat ini semakin
diperparah dengan berlakunya pasar bebas.
Koperasi sebagai
wadah ekonomi rakyat dan sokoguru ekonomi nasional kian hari semakin pudar
peran dan fungsinya dalam perekonomian Indonesia untuk mewujudkan masyarakat
yang adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana amanat UUD 1945. Pudarnya peran
dan fungsi koperasi sebagai benteng pembangunan ekonomi rakyat saat disebabkan
koperasi mengalami krisis ideologi, krisis identitas, dan krisis misioner yang
menyebabkan koperasi mengalami keterpurukan dan tidak mampu lagi sebagai media
yang secara strategis untuk menghimpun kekuatan ekonomi rakyat yang lemah dan
kecil.
Koperasi
saat ini telah dimasuki ideologi kapitalisme yang telah mereduksi watak sosial
koperasi. Koperasi bukan lagi sebagai lembaga ekonomi yang berwatak sosial yang
mengutamakan kesejahteraan dan kepentingan bersama, tetapi telah menjadi
lembaga ekonomi yang berorientasi bisnis murni dan laba sehingga koperasi saat
ini telah ditransformasi menjadi koperasi kapitalistik yang tidak lagi mengenal
watak aslinya yaitu mengutamakan kepentingan bersama para anggotanya.Ibaratnya
koperasi saat ini telah menjadi PT yang bernama koperasi, yang lebih
mengutamakan kepentingan para pemodal daripada kepentingan dan kesejahteraan
anggotanya.
Koperasi
dalam wujud nyatanya sekarang telah menjadi suatu bidang usaha yang sangat
menguntungkan bagi para pemilik modal. Menjamurnya koperasi saat ini utamanya
koperasi yang bergerak dalam bidang usaha simpan pinjam menjadi indikasi kuat
betapa koperasi telah menjadi koperasi kapitalistik. Kenyataan di lapangan
banyak lembaga keuangan mikro yang “berbaju” koperasi yang sejatinya tujuan dan
misinya bukan untuk membantu meringankan beban dan mensejahterakan anggotanya
tetapi lebih untuk mensejahterakan para pemodal yang mensponsori berdirinya
koperasi tersebut.Akibantnya semakin banyaknya koperasi yang berdiri saat ini
tidak berbanding lurus dengan semakin meningkatnya kesejahteraan rakyat dan
tidak mampu menurunkan kemiskinan di Indonesia, karena manfaat koperasi saat
ini lebih banyak dirasakan oleh para pemodal daripada anggotanya.
Dari pemaparan
mengenai kemiskinan struktural pada bagian terdahulu maka secara umum
kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh sistem yang
tidak adil dan tidak merata dalam memberikan kesempatan dan akses bagi setiap
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Upaya pengentasan kemiskinan struktural
tersebut dapat menggunakan instrumen lembaga yang bernama koperasi.Bibit
koperasi di Indonesia sendiri tumbuh di Purwokerto tahun 1896. Ketika itu
seorang pamong praja bernama R. Aria Wiria Atmaja mendirikan sebuah bank yang
bernama Hulph-en Spaar Bank (Bank
Pertolongan dan Simapanan). Bank tersebut dimaksudkan untuk menolong para
priyai/pegawai negeri yang terjerat hutang pada lintah darat saat itu. Fungsi
bank ini semacam Koperasi Simpan Pinjam saat ini (Anoraga dan Widiyanti, 1995).
Koperasi sendiri pada
hakekatnya berarti semua perkumpulan dan semua pekerjaan yang berlaku atas
dasar bekerjasama (Tohir 1955). Koperasi juga diartikan sebagai bentuk kerja
sama di bidang perekonomian, kerja sama ini karena adanya kesamaan jenis
kebutuhan hidup mereka (Anoraga dan Widiyanti, 1995). Sementara dalam UU
No.25/1992 tentang Perkoperasian, yang dimaksud dengan koperasi yaitu badan
usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Ø Upaya Pengentasan Kemiskinan Struktural melalui Koperasi
·
Pertama, ketersediaan insentif dan
disinsentif. Koperasi seperti yang diketahui menggunakan azas kekeluargaan
dengan tujuan utamanya yaitu menyejahterakan anggota.Dalam sistem perkoperasian
karena koperasi merupakan milik semua anggota, maka dalam pembagian hasil
dikenal dengan sistem Sisa Hasil Usaha (SHU). SHU yang berasal dari hasil usaha
yang diselenggarakan untuk anggota koperasi boleh dibagikan kepada para anggota
(Anaroga dan Widiyanti, 1995). Dalam UU Perkoperasian disbutkan bahwa SHU
setelah dikurangi dana cadangan, bagian terbesarnya dibagikan kepada anggota
standing sesuai dengan besaran jasa yang dilakukan.Sehingga melalui pembagian
SHU ini semua anggota dipastikan mendapatkan disinsentif masing-masing
berdasarkan jasanya seperti besaran simpanan. Sementara anggota yang merangkap
sebagai pengurus koperasi mendapat insentif atas jasanya. Sehingga ketersediaan
insentif dan disinsentif merupakan hak bagi setiap anggota koperasi. Apalagi
persyaratan untuk menjadi seorang anggota koperasi tidak sulit sehingga
memungkinkan setiap orang menjadi anggotanya.
·
Kedua, SHU juga dapat menjawab
variabel distribusi aset produksi yang tidak merata. Aset produksi di dalam
koperasi pada umumnya merupakan simpanan-simpanan anggota sebagai modal dalam
mengembangkan koperasi. Mengingat koperasi sebagai persekutuan orang bukan
persekutuan modal seperti N.V. misalnya, maka dalam sifatnya koperasi tidak
mengenal istilah majikan dan buruh (Tohir 1955). Sehingga setiap anggota
sama-sama sebagai majikan juga sama-sama sebagai buruh.Akibatnya dalam
distribusi aset produksi semua anggota mendapatkan akses yang sama melalui
sistem SHU walaupun dengan nilai dan besaran yang berbeda. Bahkan Bung Hatta
(1951) menyebutkan bahwa salah satu tugas koperasi yaitu memperbaiki distribusi
pembagian barang kepada rakyat.
·
Ketiga, variabel struktur ekonomi
sosial masyarakat. Variabel ini dapat menyebabkan kemiskinan jika keadaan
ekonomi sosial masyarakat di sekitar “si miskin” tidak memberikan kesempatan
dan ruang baginya untuk mengakses sumber daya ekonomi yang ada. Namun kehadiran
koperasi selalu sepadan dengan struktur ekonomi sosial masyarakat Indonesia.
karena koperasi merupakan bentuk ekonomi Pancasila yang notabene sebagai
pandangan hidup bangsa.Salah satu keadaan sosial ekonomi yang buruk penyebab
kemiskinan di Indonesia terutama di pedesaan yaitu masih maraknya sistem ijon.
Sehingga tugas koperasi juga menurut Bung Hatta (1951) yaitu menyingkirkan
penghisapan dari lintah darat. karena pengalaman di beberapa tempat ternyata
kehadiran koperasi sanggup membersihkan ijon.
·
Keempat, variabel kebijakan fiskal
dan moneter pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat kecil. Dilihat dari
sumber modalnya, koperasi sesungguhnya tidak begitu bergantung pada kebijakan
ekonomi makro. Setidaknya ada tiga sumber modal koperasi (Anoraga dan
Widiyanti, 1995) secara umum yaitu simpanan-simpanan anggota, dana cadangan
dari hasil SHU dana dari luar koperasi. Namun modal utama koperasi berasal dari
para anggotanya dalam bentuk pelbagai simpanan.Sehingga jika ada kebijakan
moneter yang memicu inflasi dan menyebabkan kenaikan harga barang, koperasi
tidak begitu besar terkena dampaknya karena koperasi bukanlah lembaga usaha
kapital yang mengutamakan modal. Melainkan lembaga usaha kerakyatan yang
mengutamakan keanggotaan. Justru dalam keadaan yang demikian tugas koperasi
menurut Bung Hatta (1951) yaitu memperbaiki harga yang menguntungkan bagi
masyarakat.
Setidaknya empat
variabel penyebab kemiskinan struktural di atas dapat dientaskan melalui
penguatan lembaga usaha kerakyatan yang bernama koperasi. Sehingga masyarakat
yang menjadi anggota koperasi setidaknya lebih beruntung dengan pelbagai
kekuatan yang dimiliki oleh koperasi sebagai upaya keluar dari jeratan
kemiskinan.
BAB
III
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Menurut
saya, kondisi koperasi yang terjadi saat ini telah lama diprediksikan oleh para
ekonom gerakan ekonomi rakyat sejak diberlakukan Undang-Undang Koperasi No. 25
tahun 1992. Undang-undang tersebut menjadi salah satu legitimasi untuk
membentuk koperasi kapitalistik seperti saat ini. Undang-undang tersebut telah
menjadi alat bagi para pemodal untuk meraih keuntungan bisnis dengan memakai
“baju” koperasi. Undang-undang koperasi tersebut telah memasukan koperasi dalam
wilayah abu-abu (gray area) dalam dunia bisnis yang sangat menguntungkan bagi
para pemodal untuk mengambil celah (loop hole) atas status koperasi.Berdasarkan
UUD 1945 koperasi menjadi alat politik negara untuk menciptakan kesejahteraan
rakyat sehingga menjadi kewajiban negara untuk memberikan “fasilitas” kepada
koperasi. Fasilitas (preferensi) tersebut dimanfaatkan oleh para pemodal untuk
meraih keuntungan dengan mengeliminir kepentingan dan kesejahteraan anggota
koperasi karena koperasi telah menjadi badan usaha yang berorientasi bisnis
murni bukan badan usaha yang berwatak sosial.
Koperasi
berdasarkan watak dan ideologinya, sejatinya merupakan media yang sangat
strategis bagi pemerintah untuk memerangi kemiskinan di Indonesia yang semakin
tinggi. Salah satu faktor penyebab orang menjadi miskin adalah karena tidak
memiliki aset produktif yang dapat digunakan untuk menciptakan kemandirian
ekonomi. Peran koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional tidak hanya
sekedar meningkatkan pendapatan anggotanya tetapi juga harus mampu meningkatkan
kepemilikan aset produktif bagi anggotanya.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
- ü http://swamandiri.wordpress.com/2008/06/11/revitalisasi-koperasi-untuk-pengentasan-kemiskinan/
- ü http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/22/peran-koperasi-dalam-upaya-pengentasan-kemiskinan-struktural/